JAKARTA,PGI.OR.ID-Menanggapi penolakan rencana pendirian gereja di kota Cilegon, yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon, dan juga ditanda tangani oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon, pada Rabu (7/9/2022), Said Aqil Siroj (SAS) Institute, dalam siaran pernya yang dikeluarkan beberapa waktu lalu, sangat menyesalkan hal ini.
Selain itu, SAS Institute dengan tegas menyatakan, pertama, apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menandatangani penolakan pendirian geraja, adalah jelas pelanggaran terhadap konstitusi, yakni UUD Pasal 29 ayat 2, yang menjamin setiap warga negara bebas memeluk agama daan beribadat berdasarkan agama dan kepercayaaannya.
Kedua, apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menyutujui penolakan pendirian rumah ibadah (gereja) jelas melanggar Hak Asasi Manusia, di mana pemerintah seharusnya menjamin kebebasan beragama dan beribadat warganya.
Ketiga, apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon dengan ikut menyetujui penolakan pendirian gereja, lebih karena mengikuti desakan warga atau kelompok yang intoleran, dan kurang mempertimbangkan konstitusi, HAM, PMB 2 Menteri tentang pendirian tempat ibadah. Ini jelas tidak benar.
Keempat, bila ada alasan historis yang melatar belakangi penolakan gereja tersebut atau penolakan itu didasari pada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/ SK/1975, tanggal 20 Maret 1975, yang mengatur tentang Penutupan Tempat Jemaah Bagi Agama Kristen dalam daerah Kabupaten Serang, sekarang Cilegon, maka alasan apapun, seharusnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Selama daerah itu masih dalam NKRI maka harus tunduk kepada konstitusi. Maka SK Bupati tersebut harus dibatalkan, karena ini dapat dinilai sebagai upaya makar.
Pewarta: Markus Saragih
No Responses